Kamis, 19 Juni 2014

Psikodiagnostik: Kode etik dalam psikologi

Diposting oleh Unknown di 23.53 0 komentar
MUKADIMAH
Kode Etik Psikologi merupakan hasil nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Berdasarkan nilai luhur tersebut Pendidikan Tinggi Psikologi telah menghasilkan Psikolog dan Ilmuwan Psikologi yang senantiasa menghargai dan menghormati harkat maupun martabat manusia serta menjunjung tinggi terpeliharanya hak-hak asasi manusia. Oleh karena itu, Psikolog dan Ilmuwan Psikologi selalu melandaskan adap aynnataigek malad tubesret ialin-ialin adap iridbidang pendidikan, penelitian, pengabdian diri serta pelayanan dalam rangka meningkatkan pengetahuan tentang perilaku manusia, baik dalam bentuk pemahaman bagi dirinya maupun pihak lain, serta memanfaatkan pengetahuan dan kompetensinya bagi kesejahteraan umat manusia.

Kenyataan yang seperti itu, telah menuntut kesadaran dan tanggungjawab bagi Psikolog dan Ilmuwan Psikologi untuk selalu berupaya menjamin kesejahteraan umat manusia dan memberikan per-lindungan kepada masyarakat pengguna layanan psikologi, serta semua pihak yang terkait dengan layanan psikologi atau pihak yang menjadi objek dari studinya.

Pengetahuan, kompetensi, ketrampilan dan pengalaman yang dimiliki Psikolog dan Ilmuwan Psikologi, hendaknya hanya digunakan bagi tujuan yang mendasarkan pada prinsip yang taat asas dan nilai-nilai luhur Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta nilai-nilai kemanusiaan pada umumnya, dengan disertai upaya-upaya untuk mencegah penyalahgunaan yang dilakukan oleh komunitas psikologi dan pihak lain.

Tuntutan kebebasan dalam menyelidiki dan mengkomunikasikan hasil kegiatan di bidang pe-nelitian, pengajaran, pelatihan, layanan psikologi, maka hasil konsultasi dan publikasinya harus dapat dipahami oleh Psikolog dan Ilmuwan Psikologi dengan penuh tanggung jawab.

Kompetensi dan obyektivitas dalam menerapkan kemampuan profesional sesuai dengan bidangnya sangat terikat dan memperhatikan pemakai jasa, rekan sejawat serta masyarakat pada umumnya.

Pokok-pokok pemikiran tersebut, selanjutnya dirumuskan menjadi KODE ETIK PSIKOLOGI INDO-NESIA, sebagai perangkat nilai-nilai untuk ditaati dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dalam melakukan kegiatan selaku Psikolog dan Ilmuwan Psikologi di Indonesia

  1. BAB I      PEDOMAN UMUM
    • Pasal 1      Pengertian
    • Pasal 2      Prinsip Umum
  2. BAB II    MENGATASI
    • Pasal 3      Majelis Psikologi Indonesia
    • Pasal 4      Penyalahgunaan di bidang Psikologi
    • Pasal 5      Penyelesaian Isu Etika
    • Pasal 6      Diskriminasi yang tidak adil terhadap Keluhan
  3. BAB III   KOMPETENSI
    • Pasal 7      Ruang Lingkup Kompetensi
    • Pasal 8      Peningkatan Kompetensi
    • Pasal 9      Dasar-Dasar Pengetahuan Ilmiah dan Sikap Profesional
    • Pasal 10    Pendelegasian Pekerjaan Pada Orang Lain
    • Pasal 11    Masalah dan Konfik Personal
    • Pasal 12    Pemberian Layanan Psikologi dalam Keadaan Darurat
  4. BAB IV   HUBUNGAN ANTAR MANUSIA
    • Pasal 13    Sikap Profesional
    • Pasal 14    Pelecehan
    • Pasal 15    Penghindaran Dampak Buruk
    • Pasal 16    Hubungan Majemuk
    • Pasal 17    Konfik Kepentingan
    • Pasal 18    Eksploitasi
    • Pasal 19    Hubungan Profesional
    • Pasal 20    Informed Consent
    • Pasal 21    Layanan Psikologi kepada dan/atau Melalui Organisasi
    • Pasal 22    Pengalihan dan Penghentian Layanan Psikologi
  5. BAB V    KERAHASIAAN REKAM dan HASIL PEMERIKSAAN PSIKOLOGI
    • Pasal 23    Rekam Psikologi
    • Pasal 24    Mempertahankan Kerahasiaan Data
    • Pasal 25    Mendiskusikan Batasan Kerahasiaan Data kepada Pengguna Layanan Psikologi
    • Pasal 26    Pengungkapan Kerahasiaan data
    • Pasal 27    Pemanfaatan Informasi dan Hasil Pemeriksaan Psikologi untuk Tujuan Pendidikan atau Tujuan Lain
  6. BAB VI   IKLAN dan PERNYATAAN PUBLIK
    • Pasal 28    Pertanggungjawaban
    • Pasal 29    Keterlibatan Pihak Lain Terkait Pernyataan Publik
    • Pasal 30    Deskripsi Program Pendidikan Non Gelar
    • Pasal 31    Pernyataan Melalui Media
    • Pasal 32    Iklan Diri yang Berlebihan
  7. BAB VII  BIAYA LAYANAN PSIKOLOGI
    • Pasal 33    Penjelasan Biaya dan Batasan
    • Pasal 34    Rujukan dan Biaya
    • Pasal 35    Keakuratan Data dan Laporan kepada Pembayar atau Sumber Dana
    • Pasal 36    Pertukaran/Barter
  8. BAB VIII PENDIDIKAN dan/atau PELATIHAN
    • Pasal 37    Pedoman Umum
    • Pasal 38    Rancangan dan Penjabaran Program Pendidikan dan/atau Pelatihan
    • Pasal 39    Keakuratan dalam Pendidikan dan/atau Pelatihan
    • Pasal 40    Informed Consent dalam Pendidikan dan/atau Pelatihan
    • Pasal 41    Pengungkapan Informasi Peserta Pendidikan dan/atau Pelatihan
    • Pasal 42    Kewajiban Peserta Pendidikan dan/atau Pelatihan untuk mengikuti Program Pendidikan yang disyaratkan
    • Pasal 43    Penilaian Kinerja Peserta Pendidikan dan/atau Pelatihan atau Orang yang di Supervisi
    • Pasal 44    Keakraban Seksual dengan Peserta Pendidikan dan/atau Pelatihan atau Orang yang di Supervisi
  9. BAB IX   PENELITIAN dan PUBLIKASI
    • Pasal 45    Pedoman Umum
    • Pasal 46    Batasan Kewenangan dan Tanggung Jawab
    • Pasal 47    Aturan dan Izin Penelitian
    • Pasal 48    Partisipan Penelitian
    • Pasal 49    Informed Consent dalam Penelitian
    • Pasal 50    Pengelabuan/Manipulasi dalam Penelitian
    • Pasal 51    Penjelasan Singkat /Debriefing
    • Pasal 52    Penggunaan Hewan untuk Penelitian
    • Pasal 53    Pelaporan dan Publikasi Hasil Penelitian
    • Pasal 54    Berbagi Data untuk Kepentingan Profesional
    • Pasal 55    Penghargaan dan Pemanfaatan Karya Cipta Pihak Lain
  10. BAB X    PSIKOLOGI FORENSIK
    • Pasal 56    Hukum dan Komitmen terhadap Kode Etik
    • Pasal 57    Kompetensi
    • Pasal 58    Tanggung Jawab, Wewenang dan Hak
    • Pasal 59    Pernyataan Sebagai Saksi atau Saksi Ahli
    • Pasal 60    Peran Majemuk dan Profesional Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi
    • Pasal 61    Pernyataan Melalui Media terkait dengan Psikologi Forensik
  11. BAB XI   ASESMEN
    • Pasal 62    Dasar Asesmen
    • Pasal 63    Penggunaan Asesmen
    • Pasal 64    Informed Consent dalam Asesmen
    • Pasal 65    Interpretasi Hasil Asesmen
    • Pasal 66    Penyampaian Data dan Hasil Asesmen
    • Pasal 67    Menjaga Alat, Data dan Hasil Asesmen
  12. BAB XII  INTERVENSI
    • Pasal 68    Dasar Intervensi
  13. BAB XIII PSIKOEDUKASI
    • Pasal 69    Batasan Umum
    • Pasal 70    Pelatihan dan Tanpa Pelatihan
  14. BAB XIV KONSELING PSIKOLOGI dan TERAPI PSIKOLOGI
    • Pasal 71    Batasan Umum
    • Pasal 72    Kualifikasi Konselor dan Psikoterapis
    • Pasal 73    Informed Consent dalam Konseling dan Terapi
    • Pasal 74    Konseling Psikologi/Psikoterapi yang melibatkan Pasangan atau Keluarga
    • Pasal 75    Konseling Kelompok dan Terapi Kelompok
    • Pasal 76    Pemberian Konseling Psikologi/Psikoterapi bagi yang Menjalani Konseling Psikologi/Psikoterapi sebelumnya
    • Pasal 77    Pemberian Konseling Psikologi/Psikoterapi kepada mereka yang pernah terlibat Keintiman/Keakraban Seksual
    • Pasal 78    Penjelasan Singkat/Debriefing Setelah Konseling Psikologi/Psikoterapi
    • Pasal 79    Penghentian Sementara Konseling Psikologi/ Psikoterapi
    • Pasal 80    Penghentian Konseling Psikologi/Psikoterapi
PENUTUP
Kode Etik Psikologi Indonesia ini disusun secara terperinci sehingga sudah merupakan satu ke-satuan untuk dijadikan Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Profesional bagi Psikolog dan Ilmuwan Psikologi. Keberadaannya Kode etik Psikologi Indonesia sudah mulai dirintis sejak Kongres I Ikatan Sarjana Psikologi Indonesia tahun 1979, dan dievaluasi nilai kegunaannya sesuai dengan perkembangan tuntutan kehidupan masyarakat Indonesia, melalui Kongres II, III, IV, V, VI, VII Ikatan Sarjana Psikologi Indonesia dan Kongres VIII, IX, X dan XI Himpunan Psikologi Indonesia




Sumber:
http://himpsi.or.id/kode-etik-psikologi-indonesia

Psikodiagnostik: Interpretasi tes psikologi

Diposting oleh Unknown di 23.15 0 komentar
Interpretasi adalah analisa sesuatu apa yang selalu kita lakukan. Kita memberikan arti pada suatu kejadian, mimpi, tingkah laku seseorang. Kita melakukan interpretasi apabila berhadaan dengan sesuatu hal yang kita duga.

Pada pemeriksaan psikodiagnosis, dimana dalam tahap akhir seorang psikolog diharapkan dapat membuat suatu sintesis, suatu gambaran atau suatu diagnosis mengenai “struktur psikis”, ia akan membicarakan tentang sifat, bakat atau kemampuan. Dan disitulah seorang psikolog akan melakukan interpretasi psikologis, yakni memberikan arti kepada gejala-gejala yag ia jumpai yang merupakan ekspresi dari suatu potensi seorang yang dihadapi.

Interpretasi (penafsiran) adalah suatu analisa seseorang terhadap suatu kejadia atau peristiwa tentang obyektif atau subyektif. Leon H. Levy dalam buku yang berjudul “Psychological Interpretation” (1963) menyatakan bahwa interpretasi psikologis adalah suatu kegiatan yang dilakukan apabila ada suatu keadaan yang sulit untuk dipahami secara biasa atau secara langsung. Pada dasarnya interpretasi terdiri dari kegiatan memberikan suatu kerangka referensi yang lain atau mengemukakan suatu bahsa lain begi sejumlah observasi atau tingkah laku, dengan tujuan agar hal ini dapat dipergunakan.


Jadi, interpretasi psikologis mengenai suatu hal atau isi pada suatu kejadian. Menurut Levy, terdiri dari suatu pemberi definisi kembali, atau pemberi struktur pada situasi, melalui penyaji suatu deskripsi lain mengenai tingkah laku atau apa yang diamatinya.


Sebenarnya apa yang kita lihat itu tidak pernah dari sendirinya mempunyai suatu arti. Semua peristiwa disekitar kita tidak mempunyai arti sebelum kita memberikan arti padanya. Arti yang kita berikan pada suatu kejadian atau peristiwa “interpretasi” terhadap peristiwa itu akan ditentukan bersama yakni oleh peristiwa itu sendiri, dan juga oleh kepentingan, latar belakang, dan pengalaman kita sebagai interpreter. Ada perbedaan antara interpretasi psikologis dengan interpretasi yang lainnya. Perbedaan tersebut terletak dalam penggunaan kerangka teoritis.


Evaluasi Psikologis
Interpretasi bukanlah berarti “mencari kebenaran” dari suatu peristiwa. Suatu peristiwa bisa memungkinkan bermacam-macam interpretasi.
Dalam interpretasi psikologis, dapat mencari kerangka-kerangka referensi psikologis, yang paling sesuai dengan tujuan kebutuhan kita, dan yang sesuai atau konsisten dengan kerangka teoritis yang kita bawa kedalam situasi atau peristiwa yang di interpretasikan. Dengan demikian, terhadap suatu interpretasi, kita tidak dapat mengadakan penilaian benar atau salah, meskipuan kadang-kadang kita dapat menyatakannya sebagai tepata atau kurang tepat.
Jenis-jenis interpretasi
  1. Interpretasi tidak langsung; pada umumnya dalam bentuk pusat informasi, film, program slide terpadu, rambu-rambu petunjuk, dan papan informasi.
  2. Interpretasi langsung; adalah kegiatan yang secara langsung dilakukan oleh interpreter uang berinteraksi secara langsung dengan pengunjung.
Tahapan-tahapannya interpretasi
  1. Aspek semantic, merupakan mengubah data atau transformasi data (peristiwa, dinyatakan pernyaan).
  2. Aspek sematik, merupakan formulasi mengenai hubungan-hubungan dan hubungan ini dirumuskan yang berdasarkan suatu teori tertentu

     ada link tambahan, jika ingin melihat silahkan klik link berikut "Etika dalam Asesmen Psikologi"




    sumber:
    http://insan-muda.blogspot.com/2009/06/interpretasi-psikologi-evaluasi.html

Sabtu, 07 Juni 2014

Psikodiagnostik: teknik wawancara

Diposting oleh Endah Ayu Apriliana di 20.31 0 komentar
A. PENGERTIAN
Wawancara adalah metode yang mendasarkan diri pada laporan verbal (verbal report) di mana terdapat hubungan langsung antar si penyidik dan subjek yang diselidiki. Jadi dalam metode ini ada “face to face relation” antara penyelidik dan yang diselidiki.

Sedangkan menerut Sundberg (1977) wawancara adalah “interview is a sharing of perspectives and information between to people metting together”. Jadi dalam wawancara akan terjadi pertukaran pandangan dan informasi antara dua orang yang bertemu.


B. KEDUDUKAN WAWANCARA DALAM PSIKODIAGNOSTIK
Wawancara mempunyai peran penting dalam psikodiagnostik sebagai metode untuk mendapatkan data maupun mencocokkan konstansi yang telah ditetapkan berdasar atas metode-metode lain. Terutama dalam keadaan-keadaan di mana diperlukan perlakuan secara individual , metode wawancara ini mempunyai peran yang sangat besar


C. TUJUAN WAWANCARA
Tujuan dari wawancara ini adalah untuk mendapatkan informasi dimana interviewer mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab oleh interviewee


D. JENIS-JENIS WAWANCARA
  • berdasarkan macamnya, wawancara dibagi menajdi 3, yaitu:
    1. wawancara untuk aplikasi dan organisasi industri (personal interview). misalnya wawancara dalam seleksi calon karyawan pabrik
    2. wawancara untuk aplikasi klinis (clinical interview). misalnya wawancara riwayat, keluhan dan riwayat hidup klien
    3. wawancara untuk aplikasi riset (research interview). Misalnya di bidang riset atau survei
  • berdasarkan bentuknya, wawancara dibagi menjadi 3 juga, yaitu:
    1. Wawancara bebas / tidak terstruktur
      • Wawancara yang tidak memiliki arah pembicaraan yang jelas. Kelebihan wawancara ini adalah pembicaraan akan berlangsung dalam suasana yang bebas dan santai. Kelemahan dari wawancara ini adalah pembicaraan akan mudah menyimpang ke arah lain / tidak fokus
    2. Wawancara terstruktur
      • Wawancara yang memiliki topik pembicaraan yang sudah ditentukan lebih dahulu. Kelebihan wawancara ini adalah isi pembicaraan akan lebih fokus. Kelemahan wawancara ini adalah terlalu formil dan kaku, sehingga subjek mungkin dapat tidak berterus terang dalam menjawab pertanyaan
    3. Wawancara terarah
      • Teknik wawancara dengan menggabungkan kedua teknik sebelumnya, yaitu dimulai dengan bentuk tidak terstruktur, lalu menjadi bentuk terstruktur. Hal ini menghindari kelemahan kedua teknik sebelumnya dan mengambil kelebihan kedua teknik sebelumnya

E. HAL-HAL YANG PERLU DIPERTIMBANGKAN DALAM WAWANCARA
  • waktu
  • isi wawancara
  • respon yang diharapkan
    • jawaban yang terbuka
    • jawaban yang tertutup
  • umpan balik : suatu usaha untuk memperjelas informasi yang diperoleh.
  • Paraphrasing : mengungkapkan kembali apa yg dikatakan dari orang yg diwawancarai.
  • Perception Checking : mencari kesamaan persepsi dari yang mewawancarai & yg diwawancarai.
  • dalam wawancara :
    • Komunikasi berbentuk verbal & non verbal
    • Sangat penting untuk membentuk relasi antar personal
    • Pertanyaan mempunyai tujuan & arah


F. KELEBIHAN METODE WAWANCARA
  • Tidak membutuhkan peralatan atau perlengkapan khusus
  • Dapat dilakukan dimana saja
  • Merupakan hal biasa dalam interaksi social sehingga memungkinkan untuk mengumpulkan sampel tentang perilaku verbal atau non verbal individu secara bersamaan
  • Memiliki tingkat fleksibilitas yang tinggi. Interview bebas melakukan inquiry terhadap topic pembicaraan
  • Merupakan tehnik yg tepat untuk mengungkapkan keadaan pribadi
  • Dapat dilaksanakan pada setiap individu & pd setiap tingkat usia
  • Tidak dibatasi oleh kemampuan membaca atau menulis
  • Bisa dilakukan serempak sambil diobservasi
  • Data yang masuk lebih banyak & lebih tepat
  • Kerahasiaan pribadi lebih terjamin


G. KELEMAHAN METODE WAWANCARA
  • Membutuhkan waktu, tenaga dan biaya lebih banyak
  • Sangat tergantung individu yang di wawancarai 
  • Dilaksanakan oleh orang yang ahli
  • Mudah dipengaruhi oleh situasi sekitar 
  • Subyektifitas sangat mempengaruhi hasil



sekian dan terima kasih
KEEP SPIRIT \(^o^)/



sumber:
- samuelnugraha.files.wordpress.com/2012/09/psikodiagnostik-sam.docx
 

me with my little story Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review