Minggu, 20 April 2014

Psikodiagnostik: tes populasi khusus

Diposting oleh Endah Ayu Apriliana di 16.32 0 komentar
sebenernya bab ini udah dibahas pada bulan maret kemaren, tapi saya akan menambahkan lagi pada bab ini. yoppp capcuusss ciinnndtt..

Empat kategori utama bisa dikenal dari sudut pandang : tes – tes untuk tingkat bayi dan tingkat prasekolah ; tes – tes yang digunakan untuk penaksiran komprehensifnatas orang – orang yang mentalnya terbelakang ; tes – tes untuk orang dengan aneka ragam kekurangan indrawi dan motorik , dan tes – tes yang dirancang untuk digunakan melintasi berbagai kultur atau subkultur.

Pengetesan Bayi dan Anak-anak Prasekolah
Sejumlah anak taman kanak-kanak bisa di tes dalam kelompok-kelompok kecil dengan jenis tes yang disusun untuk tingkat-tingkat dasar. Kebanyakan tes untuk anak-anak dibawah umur 6 tahun adalah tes kinerja atau tes lisan. Sedikit tes saja yang menuntut pemakaian dasar kertas dan pensil. Lazim untuk membagi lima tahun pertama menjadi masa bayi dan masa prasekolah.

  • sejak lahir sampai umur mendekati 18 bulan
  • dari 18 sampai 60 bulan
Dari sudut pandang penyelenggaraan tes, seharusnya diperhatikan juga bahwa seorang bayi harus tes sambil tiduran, dipangku oleh seseorang atau digendong. Banyak dari tes-tes ini menyangkut perkembangan sensori-motori, seperti didemonstrasikan oleh kemampuan bayi mengangkat kepala, berbalik, meraih dan memegang objek, dan mengikuti objek yang bergerak dengan matanya. Di pihak lain, anak prasekolah bisa berjalan, duduk di meja, menggunakan tangannya untuk memanipulasi objek tes, dan berkomunikasi dengan bahasa. Pada tingkat prasekolah, anak itu juga jauh lebih responsif terhadap penguji sebagai pribadi, sementara untuk bayi si penguji pertama-tama berfungsi untuk menyediakan objek stimulus. Pengetesan prasekolah adalah proses yang jauh lebih antarpribadi (segi yang menambah, baik kesempatan maupun kesulitan yang disajikan oleh situasi tes).

Skala-skala khusus yang diranjang untuk anak-anak dan masa kanak-kanak awal serta mewakili berbagai pendekatan:
  • skala Wechsler
  • skala Stanford-Binet
  • skala Kaufman
  • skala kemampuan diferensial
Skala-skala ini digunakan dalam penilaian anak-anak prasekolah, karena tes-tes ini mencakup masa 2 sampai 6 tahun selain untuk umur-umur lebih tua.

latar belakang sejarah pengetesan bayi dan anak-anak
Salah satu dari usaha-usaha sistematik paling awal untuk memahami perkembangan anak-anak bayi normal dan prasekolah dibuat dalam serangkaian studi longitudinal oleh Arnold Gesell dan rekan-rekannya di Yale (Ames, 1989). Telaah-telaah ini, yang seluruhnya memakan waktu emapat dasawarsa. (Gesell et al, 1940) merupakan usaha rintisan untuk memberikan metode yang sistematis dan empiris untuk menaksir perkembangan perilaku anak-anak kecil. Kebanyakan data diperoleh melalui observasi langsung atas respons-respons anak terhadap mainan standar dan objek-objek stimulus lain serta dilengkapi dengan informasi yang disedikan oleh orang tua atau pengasuh utama lainnya.

Dasawarsa 1960-an sampai 1990-an tampak adanya kebangkitan minat terhadap tes untuk bayi dan anak-anak prasekolah. Faktor yang beperan dalam kebangkitan minat ini adalah:


  • Perluasan cepat program-program pendidikan untuk anak-anak yang keterbelakangan mental
  • Perkembangan luas program-program prasekolah dari pendidikan kompensatoris untuk anak-anak yang secara kultural tidak beruntung
  • Serangkaian mandat legislatif yang ditujukan pada identifikasi dan remediasi secara dini semua jenis ketidakmampuan jasmani dan mental, baim pada anak-anak prasekolah maupun pada bayi.
  • Tes-Tes yang Dibakukan Untuk Perkembangan Masa Kanak-Kanak Awal
skala-skala Bayley untuk perkembangan bayi
Tes yang tersusun dengan amat baik untuk tingkat usia paling dini adalah skala Bayley untuk perkembangan bayi. Skala-skala Bayley-II memberikan tiga alat komplementer untuk menilai status perkembangan anak di antara umur 1 bulan dan 31/2 tahun:
  • mental scale
    • Skala mental mengambil sampel, misalnya ketajaman sensorik dan perseptual, memori, proses belajar, pemecahan masalah, vokalisasi, permulaan komunikasi verbal, dan pemikiran abstrak yang mendasar
  • motor scale
    • Skala motor melakukan pengukuran kemampuan motorik yang besar, misalnya duduk, berdiri, berjalan dan menaiki tangga, seperti halnya juga keterampilan manipulasi tangan dan jari; soal-soal yang menilai integrasi sensorik dan perseptual-motorik juga termasuk dalam skala motor ini
  • behaviour rating scale
    • Skala peringkat perilaku dirancang untuk menaksir berbagai aspek perkembangan kepribadian, seperti perilaku emosional dan sosial, rentang dan pembangkitan perhatian, ketekunan dan keterarahan pada sasaran
Bayley mengamati bahwa skala-skalanya, seperti semua tes bayi, seharusnya digunakan, terutama untuk menaksir status perkembangan dewasa inidaripada untuk memprediksi tingkat-tingkat kemampuan selajutnya. Perkembangan kemapuan pada usia dini ini rentan terhadap begitu banyak pengaruh yang mengganggu sehingga memberikan prediksi yang bernilai kecil. Aylward (1995) telah mempersiapkan Bayley Infant Neurodevelopmental Screener (BINS), pengukuran yang dirancang untuk dengan cepat menilai anak-anak dari 3 samapi 24 bulan dengan cepat, dengan menggunakan kombinasi antara 11 dan 13 soal dri Bayley-II dan tes-tes neurologis lain

skala-skala McCarthy untuk kemampuan anak-anak
Pada tingkat prasekolah, instrumen yang tersusun dengan baik adalah McCarthy Scales Of Children’s Abilities (MSCA-McCarthy,1972), yang sesuai bagi anak-anak berumur antara 21/2 dan 81/2 tahun. Skala ini terdiri dari 18 tes, tes-tes ini dikelompokkan ke dalam 6 skala yang tumpang-tindih:
  1. verbal
  2. kinerja-perseptual
  3. kuantitatif
  4. Kognitif Umum, yang didasarkan pada 15 dari 18 tes dalam kumpulan tes, paling dekat dengan pengukuran global tradisional atas perkembangan intelektual
  5. memori
  6. motor
skala-skala piagetian
Meskipun dapat diterapkan lebih daripada tingkat prasekolah, skala-skala ini dimodelkan pada teori-teori perkembangan Jean Piaget yang sejaih ini diterapkan kebanyakan dalam masa kanak-kanak awal. Sumbangan utama skala-skala Piagetian pada pengetesan psikologis untuk anak-anak ada pada kemampuan skala-skal itu untuk memberikan kerangka teoritis yang berfokus pada urutan perkembangan dalam proses berpikir dan prosedur penaksiran yang dicirikan oleh kelenturan dan interpretasi kualitatif

Pada dasarnya, skala Piagetian itu ordinal dalam pengertian bahwa skala-skala itu mengandaikan urutan seragam dari perkembangan melalui tahap-tahap berurutan. Tahap-tahap ini, yang merentang dari periode sejak bayi samapi masa remaja dan seterusnya, disebut sebagai tahap sensorimotor, pra-operasional, konkret-operasional dan formal-operasional. Tugas-tugas Piagetian berfokus pada perkembangan jangka panjang dari konsep-konsep tertentu atau skemata kognitif dan bukan pada sifat yang luas. Objek utama dari skala-skala Piagetian adalah mendapatkan penjelasan anak untuk peristiwa yang diamati dan alsan-alasan yang mendasari penjelasannya. Skoring secara khusus didasarkan pada kualitas respons-respons terhadap sejumlah kecil situasi masalah yang disajikan pada anak itu dan bukan pada jumlah atau kesulitan soal-soal yang berhasil diselesaikan. Penguji lebih konsentrasi pada proses pemecahan masalah daripada produk. Tes tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori:
  1. skala-skala ordinal untuk bayi
  2. Tugas-tugas yang dirancang untuk menilai pencapaian tahap-tahap pra-operasional, konkret operasional dan formal operasional
Ordinal Scales of Psychological Development dipersiapkan oleh Uzgiris dan Hunt (1975) dan juga dikenal sebagai Infant Psychological Development Scales. Skala-skala ini dirancang untuk menilai pencapaian kemampuan kognitif antara umur 2 minggu dan 2 tahun. Umur-umur ini mencakup apa yang oleh Piaget dicirikan sebagai masa sensorimotorik yang di dalam terdapat 6 tingkat. Dalam rangka meningkatkan kepekaan instrumen mereka, Uzgiris dan Hunt mengklasifikasikan respons-respons ini ke dalam lebih daripada 6 tingkat, jumlahnya bervariasi dari 7 sampai 14 dalam skala yang berbeda. Rangkaian ini mencakup 6 skala. Yang dinamakan sebagai berikut:
  1. Permanensi Objek
    1. pengertian yang muncul dari anak terhadap objek-objek yang secar independen ada, diindikasikan oleh tindakannya mengikutiobjek dengan matanya dan usahanya mencari objek setelah objek itu disembunyikan secara semakin lama semakin sulit
  2. perkembangan sarana
    1. untuk mencapai tujuan lingkungan yang disukai – anak menggunakan tangan dan sarana-sarana lain, misalnya tali, tongkat, alat penunjang dan sebagainya dalam upaya menggapai objek
  3. imitasi
    1. mencakup peniruan gerak tubuh maupun suara
  4. kausalitas operasional
    1. anak menangkap dan beradaptasi dengan kausalitas objektif, seperti ditunjukan oleh respons yang menentang dari secara visual melihat tangannya menjalankan perilaku yang dikehendaki dari seorang manusia dan menggerakkan mainan mekanisme
  5. Hubungan-hubungan objek dalam ruangan
    1. anak mengkoordinasikan skemata melihat dan mendengar untuk melokalisasi objek dalam ruangan dan memahami hubungan-hubungan seperti itu sebagai wadah, keseimbangan dan gravitasi
  6. perkembangan skemata
    1. untuk berhubungan dengan objek – anak memberikan respons terhadap objek dengan melihat, merasa, memanipulasi, menjatuhkan, melempar dan sebagainya dan dengan cara sosial mendorong skemata yang sesuai untuk objek-objek tertentu
Skala-skala ini aslinya dirancang untuk mengukur efek dari kondisi lingkungan yang khusus pada laju dan jalannya perkembangan bayi.

Contoh kedua dari instrumen Piagetian yang dibicarakan adalah Concept Assessment Kit – Conservation (CAK). Dirancang untuk anak-anak yang berumur 4 sampai 7 tahun, tes ini memberikan pengukuran atas salah satu dari konsep-konsep Piagetian yang terkenal. Konservasi merujuk pada kesadaran anak bahwa sifat-sifat objek seperti berat, isi, dan jumlah tetap tak berubah ketika objek itu menjalani transformasi dalam bentuk, posisi, rupa atau atribut-atribut lain. (Goldschmid & Bentler, 1968) berfokus pada konservasi sebagai indikator transisi anaka dari tahap pra-operasional ke tahap konkret-operasional dari proses berpikir, yng ditempatkan oleh Piaget secara kasar pada umur 7 atau 8 tahun.

Disepanjang tes ini, prosedur pada dasarnya sama. Anak dihadapkan pada dua objek yang sama, kemudian penguji melakukan perubahan tertentu pada salah satu objek itu dan menanyai anak tentang keasaam atau perbedaannya. Setelah menjawab, anak itu diminta untuk menjelaskan jawabannya. Dalam tiap soal, satu poin skor untuk penilaian ekuivalen yang tepat dan satu poin untuk penjelasan yang dapat diterima.

evaluasi atas pendekatan piagetian
Masih ada kontroversi tentang dasar teoritis dan empiris, menyangkut pendekatan Piagietian terhadap perkembangan kognitif. Hambatan utama yang ditemukan dalam mengidentifikasikan tahap-tahap melalui skala-skala ordinal adlah apa yang oleh para peneliti Piagietian disebut decalage atau inkonsistensi dalam rangkaian yang diantisipasi.

Skala-skala Piagietian ternyata mempunyai korelasi substansial dengan tes-tes inteligensi yang dibakukan(Gottfried & Brody, 1975; Kaufman, 1971; Sexton, 1987) dan berkorelasi dengan tes inteligensi kelompok (Kaufman & Kaufma, 1972). Skala-skala Piagetian lebih sulit dilaksanakan dan membutuhkan lebih banyak waktu, terapi, terutama ketika diintegrasikan dengan pengukuran berujukan-norma dan berujukan-domain, skala Piagetian menghasilkan gambaran yang lenih kaya tentang apa yang bisa dilakukan anak dan bagaimana ia melakukannya (D. Sexton, 1990).

Dalam kenytaannya, sekarang ada sejumlah pendekatan inovatif, yang secara bersama-sama diberi nama “neo-Piagetian” yang mengangkat persoalan-persoalan yang menyangkut perkembangan kognitif dari perspektif yang dipengaruhi samapai tingkat tertentu yang berbeda-beda oleh teori Piaget dan oleh sudut pandang pemrosesan informasi (Bellin & Pufall, 1992; Demetriou, 1988).

Dalam bidang penaksiran, sejumlah peneliti neo-piagetian memadukan berbagai pendekatan dinamis dan menggunaka proses belajar terperantara dalam cara terformalisasi untuk berusaha mengevaluasi kapasitas mental dengan sesedikit mungkin mengandalkan basis pengetahuan terdahulu individu yang bersangkutan (Pascual-Leone & Ijaz, 1991)

kecenderungan dewasa ini dalam penilaian bayi dan masa kanak-kanak dini
Secara historis, validitas tes terutama hubungkan dengan kriteria diferensiasi umur dan korelasi dengan kinerja akademik. Untuk bayi, kemampuan yang berarti telah diukur hampir secara eksklusif dengan membandingkan hasil-hasil mereka dengan norma-norma umur yang sama pada rentang tugas yang tercakup dalam skala perkembangan, misalnya skala Bayley, akan tetapi, usaha-usaha kemasyarakatan belakangan ini untuk mengidentifikasikan dan memulihkan kembali defisit menuntut agar alat-alat yang dirancang untuk menilai fungsi kognitif pada bayi memiliki kekuatan prediktif.

Salah satu dari pendekatan baru yang menarik adalah pengukuran atas keterampilan pemrosesan informasi, misalanya Fagan Test Of Infant Intelligence (Fagan,1992; Fagan & Detterman, 1992). Pada pendekatan ini didasarkan pada temuan atas kesenangan bayi akan hal-hal baru yang pada gilirannya memungkinkan telaah atas kemampuan mereka dalam melakukan abstraksi dan mempertahankan informasi. Tes Fagan, yang dirancang untuk mealkukan diferensiasi antara anak-anak normal dan anak-anak dengan kekurangan kognitif, menilai perhatian visula selektif terhadap hal-hal baru pada bayi dari usia 3 sampai 12 bulan. Stimulinya adalah gambar-gambar wajah, dan “skor” nya didasarkan pada jumlah waktu yang diluangkan bagi gambar-gambar baru yang dibedakan dari gambar-gambar yang sudah dikenal. Semakin banyak diakui juga kenyataan bahwa, agar intervensi bisa efektif, penilaian atas anak-anak kecil harus komprehensif, akurat dan valid.

Infant-Toddler Developmental Assessment (IDA) yang didasarkan pada pekerjaan yang dilakuak oleh kelompok multidisipliner yang terdiri dari para spesialis anaka (Provence, Erikson< vater & Palmeri, 1995a, 1995b, 1995c). IDA pada dasarnya adalah kerangka kerja yang menuntun proses tim mengidentifikasi anak-anak, semenjak lahir samapi 3 tahun, yang punya risiko mengalami penundaan dalam perkembangan. Prosedur-prosedurnya mencakup keterlibatan orang tua melalui tiap fase, tinjauan kesehatan, dan penilaian perkembangan yang didasarkan pada observasi dan wawancara dengan orang tua dan pihak-pihak lain yang memberikan perhatian.

iDA dan sistem-sistem lain yang menyerupainya telah dirancang unutk memenuhi kritik-kritik yang diarahkan pada praktik yang terlalu berlebihan mengandalak  tes-tes inteligensi dan jika diimplementasikan secara tepat, bisa terbukti memiliki nilai praktis yang besar. Seharusnya, dicatat juga bahwa penggunaan IDA tidak menyingkirkan penggunaan pengukuran tradisional atas fungsi kognitif atau imstrumen lain apa pun untuk maksud-maksud itu, misalnya mengukur posisi relatif seorang anak di kalangan teman-teman sebaya, tempat mereka benar-benat diperlukan.

mengetes penyandang cacat jasmani
Syarat  pendidikan yang  sesuai untuk semua anak cacat  jasmani di cakup oleh Indivuduals with Disabilities Education Act. Syarat-syarat Civil Rights umum yang   dimandatkan untuk minoritas lain di perluas untuk mencakup orang–orang yang memiliki ketidak mampuan jasmani. Perundangan ini melarang dalam bisang-bidang pendidikan  praktik memeprkerjakan orang, akses pada fasilitas jasmani, pendidikan prasekolah, dasar dan menengah,pendidikan menengah atau, kesehatan, kesejahteraan, dan pelayanan social. Jalan utama untuk menangani tes semacam itu meliputi (1) modifikasi medium pengetesan, batas waktu, dan isi tes yang ada; (2) penilaian klinis yang disesuaikan dengan individu bersangkutan, yang memadukan skor-skor  tes dengan sumber-sumber data lain dari sejarah biografis, wawancara dan penilaian atas pengamat kehidupan sehari-hari yang mendapat informasi secukupnya.

Educational Testing Service menggunakan versi standard dan nonstandard dari College Board SAT dan GRE General Tes dengan empat kelas pelamar cacat, yaitu  kerusakan pendengaran, kerusakan penglihatan, ketidakmampuan belajar dan kerusakan fisik (Willingham, et al., 1988). Karaketiristik-karakteristik psikometris yang diselidiki mencakup reliabilitas, fungsi soal diferensial, struktur factor, dan indeks-indeks validitas lain terkait dengan tingkat kinerja dan kekuatan prediksi; isi tes, penentuan waktu, dan akomodasi. Masalah-masalah dan prosedur pengetesan khusus dengan rujukan pada tiga   kategori utama ketidakmampuan jasmani, yaitu penedengaran, penglihatan, dam motorik.

kerusakan pendengaran
Anak-anak dengan kerusakan pendengaran biasanya di rugikan oleh tes-tes  verbal dan bila isi verbal dipresentasikan secara visual. Tetapi dengan kemajuan akhir-akhir ini penialian fungsi pendengaran telah mendiagnosis kerusakan pendengaran secara akurat dan memulai pemulihan saat bayi berusia beberapa bulan (Shah & Boyden, 1991). Pengetesan anak-anak tuna rungu adalah sasaran primer dalam pengembangan skala kinerja paling awal, seperti Pintner-Paterson Perfomance Scale dan Arthur Performance Scale. Tes  verbal digunakan jika pertanyaan lisan diketik pada kartu. Pada tingkatan yang lebih dasar, Hiskey-Nebraska Test of Learning Aptitude (Hiskey, 1966) dikembangkan dan dibakukan pada anak-anak tuli dan sulit mendengar. Ini tes individual yang cocok untuk umur 3 sampai 17. Hiskey-Nebraska memiliki reliabilitas dan bukti validitas memadai dan dipandang sebagai salah satu tes terbaik untuk digunakan pada anak-anak kerusakan pendengaran (Sullivan & Burley, 1990).

kerusakan penglihatan
Teknik-teknik pengetesan lain yang sesuai telah digunakan, misalnya dengan tape recorder. Tes-tes seperti College Board Scholastic Assessment Test (SAT) juga dalam format tipe besar atau huruf Braille. Contoh paling awal tentang tes intelegensi umum yang tealh di adaptasi untuk para tunanetra adalah tes binet. Profil Wechsler atas anak-anak dengan kerusakan penglihatan telah menunjukkan pola yang sama melintasi berbagai telaah; hasilnya menunjukkan bahwa komposisi factorial tugas berbeda untuk mereka disbanding untuk anak penglihatan normal. Meskipun IQ tak dianggap sebagai ukuran akurat seluruh fungsi kognitif anak dengan kerusakan penglihatan, dalam tangan penguji skala Wechsler bias menyediakan informasi diagnostic yang berguna dengan kekuatan dana kelemahan anak-anak. Untuk anak-anak kerusakan penglihatan mempunyai contoh terbaik yaitu Blind      Learning Aptitude test (BLAT), adalah tes yang diselenggarakan secara individual, yang memasukkan soal-soal yang diadaptasi tes-tes lain, misalnya Raven’s Progressive Matrices, dan soal-soal nonverbal lain, serta mempresentasikannya dalam suatu formal yang timbul.

kerusakan motorik
Ketidakmampuan motorik yang parah ditemukan di antara orang-orang dengancerbol palsy yang menggunakan tes intelegensi umum seperti Stanford-Binet. Berbagai tes yang dibahas pada awalnya dirancang untuk digunakan dalam pengetesan silang-budaya, juga dapat diterapkan pada orang-orang tidak mampu secara motorik. Adaptasi Leiter International Performance Scale dan Porteus Mazes untuk anak-anak celebral palsy, (Allen & Collins, 1955; Arnold, 1951). Jenis tes lain yang memungkinkan penggunaan respons dengan menunjuk adalah tes kosakata bergambar. Tes ini memberikan ukuran cepat atas kosakata “penggunaan” yang membuat tes itu dapat diterapkan, terutama pada orang-orang yang tidak mampu membuat vokalisasi dengan baik dan para tuna rungu. Prosedur yang sama dari pengadaan tes di gabungkan dalam tesklasifikasi bergambar, sebagaimana diilustrasikan oleh Columbia Mental Maturity Scale (CMMS-Burgermeister, Blum & Lorge, 1972). Data ekstensif tentang validitas dan kemampuan aplikasi CMMS pada berbagai kelompok individu penyandang cacat sudah tersedia untuk bentuk awal test ini. Akan tetapi,karena norma-normanya sudah kadaluwarsa dan rentang penaksiran kemampuan yang sempit kemampuan aplikasi CMMS agak terbatas.

pendekatan pada pengetesan lintas budaya
  • Pendekatan pertama menyangkut pilihan soal yang umum bagi banyak budaya yang berbeda dan validasi tes yang dihasilkan menurut kriteria lokal dalam banyak budaya yang berbeda.
  • Pendekatan kedua adalah mengembangkan tes dalam satu budaya dan menjalankan untuk orang dengan latar belakang budaya yang berbeda. Kita seharusnya menghindari kesalahan karena memandang tes apapun yang dikembangkan dalam kerangka kultural tunggal sebagai tongkat pengukur universal unutk mengukur ‘intelegensi’ atau konstruk – konstruk lainnya. Yang bisa dipastikan dengan pendekatan semacam ini adalah jarak kultural antara kelompok – kelompok, dan juga derajat akulturasi seseorang serta kesiapannya unutk aktivitas pendidikan dan pekerjaan yang spesifik untuk budaya tertentu.
  • Pendekatan ketiga adalah berbagai tes yang berbeda (adaptasi substansial tes – tes yang ada) bisa dikembangkan dalam budaya, divalidasikan menurut kriteria lokal dan digunakan hanya dalam  budaya yang sesuai.
Tiap tes diterapkan hanya dalam budaya dimana tes itu dikembangkan dan tak diusahakan perbandingan lintas – budaya apapun.

Pengetesan multikultural bergerak menjauh dari penyusunan tes – tes khusus dan lebih dan lebih berfokus pada peran penguji selama proses pengetesan. Pada dasarnya, tanggung jawab penguji  untuk:
  • untuk  memperoleh informasi tentang latar belakang kultural orang yang di tes.
  • untuk Memilih tes yang paling cocok dengan maksud penggunaan tes.
  • untuk  Menyajikan dan meyelengarakan tes secara efektif untuk individu – individu tertentu.
  • untuk  Menginterpretasikan hasil – hasil tes dilihat dari segi latar belakang dan konteks pengalaman individu(pekerjaan, pendidikan, komunitas dan sebagainya).
penilaian atas lingkungan
Pencarian tes universal atas intelegensi manusia sekarang diakui sebagai usaha yang sia – sia,  karena ada kesadaran yang makin kuat akan kontribusi besar dari lingkungan individu dan riwayat pengalaman individu terhadap bentuk intelegensi mereka. Kondisi – kondisi ini telah mendorong peningkatan aktivitas untuk menaksir lingkungan tempat individu itu berfungsi.

Para sosiolog memanfaatkan prosedur – prosedur yang rumit untuk mengidentifikasi keanggootaan kelas sosial seseorang (Warner, Meeker, & Eels, 1949).

Keterbatasan utama indeks global tradisional berasal dari fakta bahwa indeks – indeks tersebut mengklasifikasikan lingkungan sepanjang kontinuum tunggal yakni lebih baik – lebih buruk atau lebih tinggi – lebih rendah.

Pengetesan lintas – budaya menyoroti peran penting yang dimainkan oleh pola asuh orangtua dan lingkungan rumah tangga dalm perkembangan intelektual seorang anak yang sedang tumbuh. Perbedaan lingkungan tidak terbatas pada populasi etnis atau budaya yang dengan jelas dapat didefinisikan, tetapi bisa sangat memengaruhi perkembangan psikologis pribadi.

Psikodiagnostik: tes kemampuan mental

Diposting oleh Endah Ayu Apriliana di 14.59 0 komentar
Aptitude atau kemampuan khusus
bakat adalah kemampuan untuk belajar atau untuk mengembangkan kemampuan di daerah (jika diberikan pendidikan atau pelatihan yg tepat). hal ini seperti bakat. contohnya adalah berbagai jenis penalaran, kemampuan artistik, koordinasi motorik, bakat musik. ada tes bakat yang mengukur kemampuan mekanik dan bahasa, serta ketrampilan yg spesifik, , sepeerti penerbangan militer dan pemrograman komputer. contoh tes bakat:

  • Tes Differential Aptitude (DAT)
    • DAT memiliki item yg mengukur kemampuan numerik, penggunaan bahasa, penalaran mekanik, dan penalaran abstrak
Kecerdasan
adalah kemampuan mental secara umum yg melibatkan kemampuan untuk berpikir, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami ide-ide dan bahasa, dan belajar. kemampuan intelektual melibatkan pemahaman; memhami, dan belajar dari pengalaman. tes kecerdasan yang bertujuan untuk menilai kemampuan intelektual yang mendasari seseorang.
  • tes kecerdasan kelompok
    • diberikan kepada kelompok. kebanyak mengukur bagaimana kinerja intelektual seseorang membandingkan dg orang lain dikelompok usia yg sama. contoh: Kaufman Remaja dan Dewasa Skala Intelijen dan Raven Standard Progressive Matrices (satu set nonverbal tugas)
  • tes kecerdasan individu
    • diberikan satu-satu dan memberikan gambaran rinci tentang kemampuan intelektual individu, terutama untuk klinis (diagnostik). contoh: WAIS dan Stanford-Binet Intelligence
Prestasi
tes prestasi mengukur sejauh mana seseorang telah "mencapai" sesuatu, memperoleh informasi tertentu, atau menguasai ketrampilan tertentu - biasanya sebagai hasil dari instruksi atau pelatihan yg dibuat. hal ini dirancang untuk efisien mengukur jumlah pengetahuan/ketrampilan seseorang telah diperoleh, biasanya sebagai hasil instruksi kelas. contoh: Wide Achievement Range Test

Kepribadian
kepribadian adalah cara karakteristik individu menganggapi orang, hal, atau peristiwa. hal ini umumnya dicirikan sebagai bervariasi sepanjang dimensi introversi, ektroversi, conscientiousness, dan neurocism. kepribadian sbg konstruksi psikologis.

Tes Kemampuan Mental
kemampuan mental (mental ability) adalah istilah yang masih sering digunakan untuk beberapa pengertian yang tidak sepenuhnya sama. kemampuan mental bisa diartikan sebagai:


  1. intelegensi umum, dimana tidak mencakup bakat seseorang
  2. kemampuan yang meliputi baik intelegensi umum maupun bakat dalam bidang numeric, spasial dan sebagainya
Intelegensi mengacu pada masalah-masalah yg bersifat umum yang didapat dari hal-hal yang spesifik. sedangkan bakat mengacu pada hal yg bersifat spesifik. tes intelegensi biasanya digunakan sebagai alat screening awal yang diikuti tes bakat khusus. pengukuran dan interpretasi tes kemampuan mental harus dilakukan dengan memperhatikan teori yg digunakan dalam menyusun tes yang bersangkutan.

Teori dasar Intelegensi
beberapa pendapat mendasari tentang pengertian intelegensi secara detail, akan di paparkan sebagai berikut:

  1. teori uni faktor atau teori kapasitas umum
    1. Teori William Stern ini hanya berisi satu faktor, yaitu kapasitas umum (G). G yang dimiliki secara natural dapat memecahkan multi problem. Semua orang lahir dengan jumlah G yang berbeda, dan lingkungan seseorang akan menentukan aktivitas yang dianggapnya paling baik (Hendyat, 2002)
  2. teori dua faktor
    1. Teori Charles Spearman ini berisi dua faktor,yaitu kapastias umum (g) yang berfungsi dalam setiap tingkah laku mental individu dan intelegensi khusus (s) menentukan tindakan-tindakan mental untuk mengatasi permasalahan. Orang yang memiliki jumlah serta jenis faktor G yang luas akan memiliki kapasatas untuk mempelajari berbagai ilmu pengetahuan (Wasty, 1990).
  3. teori sampling
    1. Menurut teori Godfrey H. Thomson ini, intelegensi merupakan berbagai kemampuan sampel. Manusia menguasai berbagai bidang pengalaman, masing-masing bidang hanya dapat dikuasai sebagian saja, dan ini mencerminkan kemampuan mental manusia yang terbatas (Wasty, 1990).
teori kemampuan mental primer atau teori multi faktor
Thurstone (dalam Hidayat, 2002) menyebutkan bahwa faktor-faktor intelegensi sebagai kemampuan mental primer yang terdiri atas kemampuan: verbal, numerikal, ruang, memori, penalaran, penguasaan kata, dan kecepatan perseptual. Masing-masing faktor diuraikan sebagai berikut:
  • Verbal, yaitu kemampuan yang menyangkut pengertian terhadap ide-ide yang diekspresikan dalam bentuk kata
  • Numerikal, yaitu kemampuan yang digunakan seseorang apabila menambahkan, mengurangkan, mengalikan dan membagi angka-angka
  • Ruang, kemampuan ini berkaitan dengan ketepatan menafsirkan ukuran terhadap obyek sesuai dengan perbandingan dimensinya
  • Memori, kemampuan kecakapan memproduksi pengalaman masa lalu dalam proses mental
  • Penalaran, yaitu kecakapan mengadakan analisa terhadap obyek pikir yang terjadi melalui proses mental
  • Penguasaan kata, kemampuan untuk dapat berbicara dan membaca dengan mudah
  • Kecepatan perseptual, kemampuan untuk mengambil kesan sesaat terhadap obyek pada saat seseorang mengadakan pengamatan
Intelegensi seseorang dapat berkembang dengan baik, apabila dipengaruhi oleh faktor-faktor sbg berikut:
  1. Pembawaan, yaitu faktor yang ditentukan oleh sifat-sfiat yang dibawa sejak lahir
  2. Kematangan, yaitu faktor yang berhubungan erat dengan umur
  3. Pembentukan, yaitu segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi
  4. Minat, yaitu faktor yang mengarahkan perbuatan kepada tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu
  5. Kebebasan, yaitu faktor yang membuat manusia dapat memilih cara-cara tertentu dalam memecahkan masalah 
Kelima faktor tersebut diatas saling terkait didalam menentukan intelegen atau tidaknya seseorang. Sehingga kita tidak dapat hanya berpedoman pada salah satu faktor saja, melainkan pada keseluruhan faktor dalam menentukan perbuatan intelegen seseorang.

Hendyat (2002) mengemukakan bahwa pengukuran intelegensi dapat dilakukan dengan cara melakukan tes intelegensi yaitu untuk mengukur kemampuan terutama tingkah laku yang diharapkan pada saat tes itu dibuat dan laksanakan. Pengukuran intelegensi pertama kali dilakukan oleh Binet dan Simon, dikenal dengan nama tes Binet-Simon. Pada tes ini memperhatikan dua hal, yaitu:
  1. Umur kronologis (cronologis age disingkat CA), yaitu umur seseorang yang ditunjukkan dg kelahirannya
  2. Umur mental (mental age disingkat MA) yaitu umur kecerdasan yang ditunjukkan oleh hasil kemampuan tes akademik
Untuk mengukur tingkat intelegensi (Intelegence Quotien disingkat IQ) ditunjukkan dengan perbandingan umur mental dengan umur kronologis. Perbandingan kecerdasan ini secara matematis dapat ditulis:

IQ = MA/CA

Untuk memudahkan perhitungan, orang mengalikannya dengan 100% dan kemudian meniadakan %-nya. Sehingga didapat rumus:

IQ = MA/CA x 100

Penilaian atau skor tes diperoleh dari hasil pengerjaan tes pada periode tertentu. Dan skor tes hanyalah menggambarkan keadaan sesuai dengan lingkup materi yang dimasukkan dalam tes itu.

Berpijak dari pengertian intelegensi diatas, maka jelaslah bahwa intelegensi sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan belajar siswa. Hendyat (2002) mengemukakan bahwa pada umumnya skor tes intelegensi memiliki korelasi yang tinggi dengan prestasi akademik di sekolah. Pendapat di atas dibenarkan oleh Wasty (1990) dari hasil penelitiannya, bahwa IQ seseorang berhubungan dengan tingkat pendidikannya.

Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi pula skor IQnya. Meskipun intelegensi bukan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan berhasil atau tidaknya siswa dalam belajar, namun pendapat-pendapat serta hasil penelitian tersebut di atas cukup untuk menunjukkan bahwa intelegensi berpengaruh terhadap prestasi siswa.



Sumber:
http://psychology.ucdavis.edu/sommerb/sommerdemo/stantests/mental.htm
 

me with my little story Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review